Kesucian Air
BAB 1: PEMBAHASAN TENTANG BERSUCI (THAHARAH)
Imam Syafi’i berkata: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ...
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu….” (QS. Al-Maa’idah [5]: 6)
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Suci dan Maha Tinggi, Dialah yang menciptakan air bagi makhluk-Nya, manusia tidak memiliki kemampuan sedikit pun dalam penciptaannya. Dia telah menyebutkan air secara umum, maka di dalamnya termasuk juga air hujan, air sungai, air sumur, air yang keluar dari celah-celah bukit, serta air laut, baik yang asin maupun yang tawar. Semua jenis air itu dapat dipergunakan untuk bersuci bagi yang hendak berwudhu atau mandi. Makna lebih dari ayat di atas mengisyaratkan bahwa semua jenis air adalah suci, baik air laut maupun air yang lain.
Kesucian Air Laut dan Penggunaannya dalam Bersuci
Imam Syafi’i berkata: Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Wahai Rasulullah, kami pernah berlayar, sementara kami hanya memiliki sedikit persediaan air. Apabila kami berwudhu dengannya, kami akan kehausan. Maka apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحَلاَلُ مَيْتَتُهُ
“Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Imam Syafi’i berkata: Setiap air tetap suci selama belum dicampuri najis. Tidak ada yang membersihkan dan menyucikan kecuali air atau tanah, baik air embun, salju yang dicairkan, air yang dipanaskan atau tidak dipanaskan, karena air memiliki sifat menyucikan, sedangkan api tidak dapat merubahnya menjadi najis. Saya tidak memandang makruh menggunakan air yang dipanaskan dengan sinar matahari untuk bersuci, hanya saja tidak baik dari sisi kesehatan karena dapat menyebabkan penyakit belang (kusta).
Air yang Dapat Berubah Menjadi Najis dan yang Tidak
Imam Syafi’i berkata: Air terbagi atas dua macam; air yang mengalir dan air yang tergenang.
a. Air Mengalir
Apabila di dalam air yang mengalir terdapat sesuatu yang diharamkan, seperti bangkai, darah, atau sejenisnya, dan berhenti pada suatu muara, maka air yang tergenang itu menjadi najis bila jumlah airnya lebih sedikit dari lima geriba. Akan tetapi, bila airnya lebih dari lima geriba, maka ia tidak dikategorikan najis, kecuali apabila rasa, warna, dan baunya telah berubah karena najis, sebab air yang mengalir akan menghanyutkan semua kotoran.
Imam Syafi’i berkata: Apabila kadar air mencapai lima geriba, maka air yang mengalir itu tidak mengandung najis. Akan tetapi, jika air kurang dari lima geriba dan bercampur dengan bangkai, maka air itu dikategorikan sebagai air najis. Bejananya pun menjadi najis walaupun isinya telah dituang, namun dapat suci kembali bila dicuci.
b. Air yang Tergenang
Jika air yang kurang dari lima geriba bercampur dengan najis dan keadaan air itu berubah, maka hukumnya adalah najis. Akan tetapi, jika dituangkan air lain hingga mencapai lima geriba atau lebih, maka air tersebut dianggap suci. Demikian pula, apabila air yang bercampur najis itu dituangkan ke air lain yang lebih banyak dari lima geriba atau lebih, maka keduanya tidak menjadi najis setelah bercampur.
Imam Syafi’i berkata: Kotoran burung—baik dagingnya dimakan atau tidak—apabila bercampur dengan air, maka air itu menjadi najis, karena kotoran tersebut menjadi basah akibat bercampur dengan air. Namun, keringat orang Nasrani, orang Majusi, orang junub, dan wanita haid tidaklah najis. Begitu juga keringat setiap binatang ternak dan binatang buas tidak najis, kecuali anjing dan babi.
Imam Syafi’i berkata: Apabila bejana tanah atau sumur yang dibangun (dibeton) terkena najis yang di dalamnya terdapat sedikit air, lalu dituangkan air lain hingga benda haram itu tidak ada lagi, namun kadar air masih sedikit, maka air itu tetap dianggap najis. Namun, jika kemudian dituangkan lagi air hingga jumlahnya banyak, maka air itu menjadi suci.
Najisnya Air yang Terkena Air Liur Anjing dan Babi
Imam Syafi’i berkata: Apabila seekor anjing menjilat suatu bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan tanah.
إِذَا وَلَغَ الكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، إِحْدَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
"Apabila seekor anjing menjilat bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaklah ia mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan tanah." (HR. Muslim)
Namun, jika bejana terkena najis selain dari anjing dan babi, maka cukup dengan membuang airnya dan mencucinya sekali saja hingga bersih.
Komentar
Posting Komentar