Bab 1: Kitab Thaharah -1- (Jenis Air untuk Bersuci)
Jenis Air untuk Bersuci dalam Kitab Al-Umm (Imam Syafi'i)
Dalam Kitab Al-Umm, Imam Syafi’i menjelaskan secara detail tentang jenis air yang dapat digunakan untuk bersuci dan air yang tidak boleh digunakan. Air memiliki peran penting dalam thaharah (bersuci), sehingga perlu dipahami mana yang suci dan menyucikan, serta mana yang tidak bisa digunakan.
1. Kategori Air dalam Islam
Imam Syafi'i membagi air menjadi empat kategori utama dalam hal kesucian dan penggunaannya untuk bersuci:
A. Air Suci dan Menyucikan (طَهُورٌ)
✅ Boleh digunakan untuk bersuci karena air ini suci secara zatnya dan juga bisa menyucikan benda lain.
Contoh:
- Air hujan (مَاءُ الْمَطَرِ)
- Air sumur (مَاءُ الْبِئْرِ)
- Air laut (مَاءُ الْبَحْرِ)
- Air sungai (مَاءُ النَّهْرِ)
- Air salju yang mencair
- Air embun
Dalilnya: QS. Al-Furqan: 48
“Dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.”
Selain itu, hadis Rasulullah ﷺ menyebutkan:
“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
B. Air Suci tetapi Tidak Menyucikan (طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ)
⚠ Boleh diminum, tetapi tidak bisa digunakan untuk bersuci karena telah bercampur dengan sesuatu yang mengubah sifat aslinya.
Contoh:
- Air teh, kopi, susu, atau jus buah
- Air yang tercampur banyak sabun, parfum, atau zat lainnya
Dalilnya: Jika air berubah dari sifat aslinya (warna, bau, atau rasa) bukan karena najis, maka tetap suci tetapi tidak bisa digunakan untuk wudhu atau mandi wajib.
2. Air yang Tidak Boleh Digunakan untuk Bersuci
C. Air Musta’mal (Air Bekas Bersuci)
⚠ Air yang telah digunakan untuk wudhu atau mandi wajib dalam jumlah sedikit tidak dapat digunakan lagi untuk bersuci.
- Jika air itu masih dalam jumlah banyak (misalnya di kolam besar), maka tetap suci selama tidak berubah sifatnya.
- Jika air itu sedikit, maka tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu karena telah digunakan sebelumnya.
Dalilnya:
Imam Syafi’i berpendapat bahwa air yang telah digunakan untuk mengangkat hadas tidak bisa dipakai untuk bersuci lagi berdasarkan pemahaman dari hadis Nabi ﷺ:
“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana sampai ia mencuci tangannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
D. Air Najis (Air yang Tercampur Najis)
⛔ Air yang telah terkena najis tidak boleh digunakan untuk bersuci, kecuali jika jumlahnya sangat banyak dan tidak berubah sifatnya.
Ketentuan:
- Jika airnya kurang dari dua qullah (~216 liter) dan terkena najis, maka menjadi najis.
- Jika airnya lebih dari dua qullah dan tidak berubah warna, bau, atau rasa, maka tetap suci.
Dalilnya:
Nabi ﷺ bersabda:
“Jika air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis.” (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi)
Contoh air najis:
- Air di ember yang terkena air kencing.
- Air minum yang tercampur darah atau nanah.
Kesimpulan
- Air yang boleh digunakan untuk bersuci:
✅ Air hujan, air sumur, air sungai, air laut, air salju yang mencair. - Air yang tidak bisa digunakan untuk bersuci:
⚠ Air musta’mal dan air yang banyak berubah sifatnya. - Air yang najis dan tidak boleh digunakan:
⛔ Air yang terkena najis dalam jumlah sedikit atau berubah sifatnya.
Dalam mazhab Syafi'i, aturan ini sangat penting karena menentukan sah atau tidaknya ibadah yang memerlukan kesucian. Jika air yang digunakan tidak memenuhi syarat, maka wudhu atau mandi junub dianggap tidak sah.
Komentar
Posting Komentar